Sini, duduk bersamaku Tuan.


Akhirnya tubuh minta jatahnya istirahat. Mengistirahatkan jiwa yang amburadul rasanya. Mencoba menyadari nikmat sehat kala sakit menghampiri.


Lara mulai menggerogoti tubuh yang tak mampu lagi teguh. Hanya mampu berbaring lesu.

Pikiran mulai lumpuh, sekujur tubuh rapuh.

Kau tahu apa yang masih kuat untuk ku ?

Kata rindumu yang ku baca lewat kaca beraksara.

Aku tahu Tuan, bukan cuma penyakit yang menyiksa diri, juga rasaku yang hidup terlalu dalam di jiwamu.


Tak ada hujan malam ini, namun dinding kamarku dingin dan kelam.

Entah ini cerminan rasaku atau lantaran seraut bayangmu menggelayut tepat di langit-langit kamar.

Sesekali menyembul  di dasar mangkok sisa mie instan, bahkan melekat pada frasa yang ku buat.

Jenis jelmaan yang menyebalkan!


Mengapa tak menjelma uang seratus ribuan? Untuk kubelikan martabak manis kesukaanmu.

Agar aku punya alasan bertemu.


Tak tahukah kamu Tuan, di tiap gerak ku adalah penantian pesan singkat bernada romantik darimu.

Kirimi aku lagi tuan. Tenggelamkan laraku dalam lautan sajak. Lantunkan puisi-puisi paling maha.

Hingga aku lupa sedang tersulut nestapa.


Tuan, maaf telah membangunkanmu dari lelap.

Menjawab panggilanku yang hampir putus asa tanpa jawab.

Kau perlu tahu Tuan, parau suaramu, desah nafasmu di ujung panggilan telah bersepakat memulihkanku dari kungkungan duka.


Rasanya takkan cukup mengungkapkan dalam tulisan dan kata-kata.

Jadwalkan pertemuan untuk mu dan aku, Tuan.

Duduk di sampingku, bertukuar peluk, akan ku ceritakan segalanya, kecuali luka.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Coretan tangan Linka di Kelas Bahasa

Belenggu Membuat Tangguh

Boleh Minta Waktunya Sebentar?