Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2022

Resep Cinta paling Maha

Saat berbicara soal pendidikan dan sekolah, orang-orang luput menyebut dapur sebagai salah satunya, padahal dari dapurlah lahir rahasia mendidik. Bagi ibu, pelajaran pertama dan wajib ketika memasuki tingkat pertama sekolah dasar adalah tahu logika dasar perhitungan. Materi yang ibu berikan sangat fleksibel serta tandas, rumusnya pun berbasis logika metematika. Semuanya dimulai dari perkenalan akan jenis bumbu. Untuk menumis kangkung, dibutuhkan lima siung bawang putih ukuran kecil atau tiga dalam ukuran yang besar. Sementara, deskripsi ibu tentang besar-kecilnya ukuran bawang ini begitu mengambang dan abstrak. Saya menunjukan satu bawang putih, katanya itu cukup besar sehingga saya hanya butuh dua lagi. Di sini, Ibu sedang mengajarkan penjumlahan. Kemudian, saya mencari dua lagi bawang dengan ukuran yang sama. Secara tidak langsung saya sedang belajar himpunan. Bawang dengan ukuran besar dan tiga elemennya. Tak hanya perkara penjumlahan dan pengurangan matematika, juga manajemen kerja...

Puisi ini ku beri judul "Sajak Musafir"

​ Perkenalkan, aku musafir rindu.. Berlabuh, menyandarkan ragu di dermaga peluh. Samudra gelisah kuarungi di sepertiga malam, Bergerumuh, riuh badai menghempaskan gairah, menenggelamkan tawa. Ke dermaga mana lagi hendak berlabuh? Berapa Jumlah malam untuk ku meratapi pilu? Raga terombang ambing. Ombak kian menggerus, menghujam perih jiwa yang mengharap sebuah temu. Aku jenuh, lesu. Ku coba menebar layar ke arah terbit matari. Menapaki darat, mencoba berdamai pada ingatan. Betapa sungguh, pelayaranku, perjalananku, pencarianku merenggut bahagia, mengikis serotin jiwa. Ku jajal darat, ku hirup aroma tanah, Ku rapatkan lutut atasnya. Menegadah ke langit-langit hampa. Sungguh, aku rindu sujud dan menyembah.

Sini, duduk bersamaku Tuan.

Akhirnya tubuh minta jatahnya istirahat. Mengistirahatkan jiwa yang amburadul rasanya. Mencoba menyadari nikmat sehat kala sakit menghampiri. Lara mulai menggerogoti tubuh yang tak mampu lagi teguh. Hanya mampu berbaring lesu. Pikiran mulai lumpuh, sekujur tubuh rapuh. Kau tahu apa yang masih kuat untuk ku ? Kata rindumu yang ku baca lewat kaca beraksara. Aku tahu Tuan, bukan cuma penyakit yang menyiksa diri, juga rasaku yang hidup terlalu dalam di jiwamu. Tak ada hujan malam ini, namun dinding kamarku dingin dan kelam. Entah ini cerminan rasaku atau lantaran seraut bayangmu menggelayut tepat di langit-langit kamar. Sesekali menyembul  di dasar mangkok sisa mie instan, bahkan melekat pada frasa yang ku buat. Jenis jelmaan yang menyebalkan! Mengapa tak menjelma uang seratus ribuan? Untuk kubelikan martabak manis kesukaanmu. Agar aku punya alasan bertemu. Tak tahukah kamu Tuan, di tiap gerak ku adalah penantian pesan singkat bernada romantik darimu. Kirimi aku lagi tuan. Tenggel...