PULANG
Kembali kaki menapaki bumi manusia timur indonesia. Menghirup aroma tumisan ikan asin yang sudah mewakili nikmatnya. Berdamai dengan senandung kicauan jangkrik yang beradu dengan paduan suara katak pohon. Tiada rupa menjadi beda, Pun keriput pada pipi bapak tampak tak berubah, rambutnya yang sedari dulu nampak hitam dengan putih hanya setitik, masih saja seperti kala ku raih telapak kanannya dan kukecup seraya mengucap pamit. Senyumnya merekah, menyambutku melangkah setengah berlari menggandeng ransel berisi pakaian kotor. Kupeluk erat tubuh rentanya, kudengar suaranya bergetar mencoba mengalihkan haru rindu, meramu sebuah jenaka bahwa aku tampak hitam dekil tak menarik. Dan aku percaya itu. Percaya bahwa bapak sedang mengawur. Belum kupindahkan tas dari bahuku, mama mendahului, menjamu dengan kicauannya yang tentu lebih bising dari burung perkutut memanggil wanitanya di pagi hari. Dengan sepiring donat berselimut gula bersanding teh tawar hangat. Ku rampas bawaannya itu lalu ku cium ...